Sumber: https://cms.www.countway.harvard.edu/wp/?p=9216 |
“miiiisssiiimu…..”
-
Setelah rentetan pertempuran panjang yang melelahkan, dan menghabiskan tidak hanya nyawa, uang, sumberdaya, energi, tapi juga waktu. Dimulailah operasi-operasi rahasia guna menumpas musuh tanpa perlu melakukan perlawanan secara fisik, setidaknya secara tidak terlihat. Kedua belah pihak mulai melancarkan aksi-aksi kotor, mulai dari sabotase, penyamaran, hingga penyusupan, dan adu domba. Hal ini terbukti lebih ampuh dalam melumpuhkan musuh ketimbang mengerahkan seluruh angkatan bersenjata yang mereka punya untuk saling berkonfrontasi dalam medan perang. Lalu, dari perbuatan ini pulalah, terlahir banyak pengkhianatan, dan krisis kepercayaan terhadap sesama warga negara, juga terhadap para penguasa di pemerintahan. Mulailah dunia ini tenggelam dalam kekacauan yang sekali lagi diakibatkan oleh peperangan.
-
Lonceng gereja kembali didentumkan pada pagi itu, hari itu matahari bersinar dengan terik, saking teriknya hingga terasa seperti jarum yang menusuk ke bawah permukaan kulit, dan ubun ubun, lonceng dibunyikan bukanlah tanpa alasan, melaikan sebagai suara pengumuman akan diadakannya penguburan masal untuk yang kesekian kalinya bagi para korban perang. Hari itu tak ada tawa terdengar, keceriaan seolah sirna, senyuman tiba-tiba menghilang, dan semua orang dirundung pilu akan kehilangan juga kepergian orang-orang yang mereka cinta.
-
“Sekarang hanyalah secarik kertas, surat wasiat yang tersisa dari riwayat hidup seorang wanita, sesosok ibu dan istri, Stephany belahan jiwaku. Dua puluh tahun lebih sudah kita membina rumah tangga mengarungi luasnya samudra kehidupan penuh dengan ombak ujian, menerjang badai perbedaan bahkan menghantam karang pertikaian, dan sekarang aku menjadi satu-satunya awak juga kapten di dalam bahtera kehidupan, yang sama-sama kita rajut selama ini. Jujur saja setelah kepergian Lamber untuk berpetualang menuju ketidak terbatasan, aku mulai merasa kesepian, ditambah sekarang Bapak juga memanggilmu untuk kembali menemani-Nya sebagai abdi dan pelayan-Nya di nirwana, hanya menambah berat beban pilu yang ada dalam palung hatiku. Ledakan itu tidak hanya membumihanguskan sekolah tempat kau mengajar, namun turut menghancurkan leburkan hatiku, duhai Stephany!!! Jiwa dan cintaku pun turut larut dalam bau daging yang terpangang, dan tertiup angin, juga rintikan hujan darah yang tersapu oleh guyuran hujan, yang kian membasahi bumi. Kebiadapan yang dipertontonkan di depan wajah polos masyarakat awam, yang hanya menjadi korban dari laga para penguasa, ini sebuah ketidak adilan. Kau tahu, ku tahu, dan kita tahu perang sebenarnya belum berakhir, hanya saja sudah tidak dipertontonkan secara gamblang. Ledakan ini bukanlah sebuah kecelakaan belaka, namun ini sabotase, perbuatan terror, bukti ketidak becusan pemerintah dalam mempertahankan kedamaian negeri kita, Stephany!!! Sekarang aku berdiri disini untuk membalaskan dendammu, dendam akan ketidak becusan mereka untuk mempertahankan hidupmu dan putra tercinta kita.”
-
Kekhidmatan tidak datang, dan mewarnai sepanjang prosesi penguburan masal yang dilakukan tepat di belakang gereja, panas, dan teriknya matahari tidak lagi diperdulikan para pelayat, air mata mereka yang semula menetes kini mulai menguap, dan berganti cuap-cuap bibir masyarakat tentang adanya sabotase, dan tindakan terror, juga kekecewaan akan ketidak becusan pemerintah mereka dalam mempertahankan diri dari perbuatan keji, dan kotor yang dilakukan musuh. Akhirnya pemakaman selesai dengan ditutupnya makam para korban dengan tanah merah, dan taburan bunga kamboja yang melambangkan kesucian nirwana, juga mawar yang melambangkan darah keluarga dan kerabat mereka yang tertumpah dalam ledakan.
Namun segala perasaan sedih dan kekecewaan itu tak mampu bertahan lebih dari sehari semalam, ketakukan, dan kekhawatiran kembali menghantui mereka, akibat kembali terjadinya ledakan di depan gedung kantor pertahanan dalam negeri.
-
“Dan disinilah aku berdiri, Stephany. Tak sanggup kulihat, dan cermati lagi kata-kata mu dalam pesan terakhiru, sudah hilang kewarasanku dengan binasahnya rasa kasih dan cintaku, sekarang kan kubalaskan dendammu, kan kubawa, kuseret kalau perlu, mereka yang tak mampu menjaga, dan telah merenggut kehadiranmu dari sisiku, juga mereka yang telah menanamkan benih-benih kebencian dalam jiwaku, seperti menuangkan bensin kedalam kobaran api kesepian dalam hatiku setelah ditinggal putra tunggal kita. Dan disinilah aku berdiri sebagai orang yang akan menghakimi mereka, lalu kan kurebut kau kembali ke sisiku.”
-
Peranglah yang telah menghancurkan kewarasan masyarakat selama ini, menelanjangi diri mereka dari keberanian yang selama ini mereka kenakan untuk bertahan hidup, juga rasa simpati yang menjadi benang dan saling menghubungkan mereka satu sama lain. Setelah ledakan itu, hanya secarik kertas yang terbang bersama pesan pilu yang terdapat di dalamnya yang berbunyi;
“Mark, aku tahu kau selama ini mendambakan kehidupan damai denganku, dan Lambert, kau selalu pintar menyembunyikan rasa takutmu akan perang yang berkepanjangan, yang selama ini semua orang keluhkan. Kau mencoba kuat bagai karang yang tak bergeming diterpa ombak, namun ku tahu itu hanyalah kedokmu untuk membuat kami bahagia, dan hidup dalam kedamain, bukan kehidupan yang penuh dengan kekhawatiran apalagi terror seperti yang musuh negeri ini inginkan. Namun, Mark. Bukan hanya dirimu aku pun mempunyai kedok tersendiri. Kehidupan dalam damai yang selama ini kau impikan bersama Stephany dan Lambert tak akan penah terwujud dan datang dalam hidupmu, bukan karena aku tahu bahwa aku akan pergi, namun aku bukanlah orang yang akan kau tangisi kepergiannya, karena aku bukanlah Stephany mu, aku adalah Claudia. Dan itu adalah misiku.”
👏👏👏👏👏
BalasHapus