Sumber: https://www.wajibbaca.com/2018/01/pelajaran-hidup-ayah-aku-tidak-mau-lagi.html |
Alif di masa remajanya.
“Pasti ini yang ke delapan.”
“Gak mungkin, ini itu baru yang ketujuh, gua tau ko.”
“Mustahil, tadi saya menghitung sebelum ini adalah yang keempat, jadi pastilah ini yang kelima.”
“Tapi tadi dia mengatakan nama yang ketiga, jadi logikanya ini pasti yang kesembilan.”
“Kalo gua bilang tujuh ya tujuh.”
“Tapi kan ini dihitung secara berpasangan, jadi tidak mungkin pakai angka ganjil, pasti pakai angka genap, jadi ini yang ke delapan.”
“Tapi, menurut saya yang ganjil juga harus dihitung meskipun ini berpasangan, jadi ini pasti kelima.”
“Total keselruhankan ada dua puluh, lalu nama pertama diucap sebelum untuk yang kelima, nama kedua untuk yang ketujuh dan nama yang ketiga untuk yang kesembilan, jadi ini yang kesembilan, itu baru masuk akal.”
“Mustahil, saya yakin ini yang kelima.”
“Buktinya udah kuat, ini tuh yang kesembilan.”
“Ini tujuh woi tujuh, yaelah”
“Pasti delapan.”
“TUJUH!!”
“SEMBILAN”
“DELAPAN”
“LIMA”
(-.-‘’)
Tiba-tiba ada suara menggema yang menyambar telinga Alif, melewati daun telinga, melenggang masuk kedalam lubangnya, dan ditabuhnnya gendang telinga Alif hingga terbelalak mata Alif, dan bangunlah ia dari lamunannya.
“Assalamualaikum warahmatullah……”
Diikuti dengan suara gema yang lebih nyaring, dan kedengarannya disuarakan oleh lebih banyak orang.
“assalamualaikum warahmatullah…….”
Didapatinya ia masih berdiri di tengah-tengah jamaah shalat tarawih yang baru saja menyelesaikan shalat mereka, sekarang semua mata tertuju kepadanya. Alif hanya bisa cengengesan lalu ikut duduk. Alif di masa remajanya terlalu sibuk menghitung rakaat hingga lupa kalau shalat tarawih masih berlangsung, dia dipermainkan angka hingga lupa kalau ibadah itu tidak pernah ada nilainya, tak bisa diukur dengan angka, tak bisa ditimbang beratnya, hanya Dia yang tahu jawabannya.
Komentar
Posting Komentar