Ulasan mengenai novel terusir
Judul Novel Terusir
Penulis Buya Hamka
Sinopsis
Bercerita tentang perjalanan hidup Mariah, seorang wanita dari kalangan biasa yang terusir kehadirannya dari hidup Azhar suaminya dan Sofyan putra mereka. Ia kemudian terpaksa melanjutkan kehidupannya tanpa arah dan tujuan, sendirian di jalanan tanpa tempat untuk kembali, karena kedua orang tua Mariah telah meninggal, dan ia tidak memiliki sanak saudara. Diujung hidupnya yang penuh ketidak pastian dan penderitaan, satu-satunya hal yang dapat membuatnya bertahan adalah cintanya terhadap Sofyan putranya, bahkan setelah ia jatuh kedalam palung kehinaan paling dalam di hidupnya ia masih bertahan, dengan pengharapan kelak ia dapat bertemu dan mencurahkan rasa cintanya kepada Sofyan.
Ulasan
Terusir adalah sebuah novel yang bercerita tentang cinta, romansa kehidupan, dan permasalahan pelik yang menimpa sebuah rumah tangga yang hadir diakibatkan oleh sifat iri dan dengki, juga sebuah penggambaran secara nyata bagaimana sebuah fitnah dapat menghancurkan kehidupan, layaknya sebuah pepatah, fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan, begitulah sekiranya nilai yang coba dihadirkan dalam novel ini.
Novel bisa dibilang merupakan novel yang singkat, karena ketebalannya yang hanya 124 halaman, dan ditulis dalam lembar buku berukuran lebih kecil dari ukuran novel pada umumnya (A5) juga menggunakan ukuran huruf yang cukup besar, sehingga tiap lembarnya tidak terlihat padat dengan huruf dan kata-kata.
Novel ini dibagi menjadi 10 bagian, tiap bagiannya menceritakan secara singkat babak-babak kejadian, baik itu yang terjadi pada Mariah, Sofyan ataupun Azhar. Jarak yang tidak terlalu jauh dari tiap bagiannya juga memudahkan pembaca untuk mengikuti jalan cerita, bagi mereka yang tidak terbiasa membaca banyak-banyak secara bersamaan.
Novel terusir sendiri ditulis menggunakan Bahasa Melayu, meskipun masih memiliki kemiripan dengan Bahasa Indonesia, namun terdapat beberapa perbedaan yang menyebabkan kesulitan dalam pemahaman tiap kalimat, karena kata yang sama bisa memiliki makna yang tidak sama dalam Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia.
Hal yang menarik dari novel ini adalah falsafah hidup dan nilai-nilai budaya timur yang selalu dijunjungnya. Dimana novel ini menjadi kritik dua arah bagi kaum konserfatif yang terlalu kolot dan budaya lama yang bisa dibilang terlalu kaku dan mengekang, juga kepada kaum muda dimana mereka terlalu terbuka dalam pergaulan sehingga lebih rentan kehidupannya dan seolah-olah tidak mempunyai pegangan hidup.
Namun selain itu, novel ini tidak selalu memandang buruk terhadap budaya yang sudah ada, karena tokoh-tokoh yang digambarkan juga adalah mereka yang taat dan paham akan budaya asal tempat mereka, dan menerapkannya ke dalam hidup mereka. Novel ini layaknya menjadi contoh dan tuntunan bagi para pembacanya dalam menghadapi ujian hidup, dengan tetap berpegang pada keyakinan kita apapun yang terjadi, juga untuk berteguh hati agar tidak mudah dihasut oleh bisikan-bisikan yang mampu memperdaya hati manusia, karena semua yang terlihat dengan mata belumlah tentu itu kenyataan yang ada.
Novel ini direkomendasikan untuk mereka yang suka membaca kisah-kisah bergaya melayu namun tidak terlalu berat kisahnya, juga bagi mereka yang menyukai cerita romansa dan kisah cinta. Novel ini juga merupakan novel yang sangat singkat, yang terdiri dari hanya 124 halaman, dan jalan penceritaanya juga cenderung cepat, membuat novel ini sangat ringan untuk dibaca, namun bukan berarti tidak mengandung nilai dan falsafah hidup di dalamnnya. Sekian, Ahmad Fauzy 05/05/2019.
Komentar
Posting Komentar