Sumber : https://creativemarket.com/camaralenta/673354-Open-book-fire |
Pada saat ini juga aku membayangkan diriku berdiri di atas puncak tertinggi gunung Olimpus, berada di atas singahsana mahadewa Zeus, memegang petir di tangan kanan dan memerintah para dewata dengan tatapan tajan dan menunjuk dengan tangan kiri. Berkendara dan berkeliling tempat para dewata mengendarai sais yang ditarik oleh Pegasus dan kuda terbang lainnya. Menemui mahadewa lain, yang tidak lain adalah kedua adik kecil ku, Poseidon dari kolam air kecilnya dan Hades yang muncul dari dalam percikan api kecil. Di sana kami berbincang mengenai pengalaman kami setelah melumat dan memusnahkan Kronos, mendiang ayah kami yang juga merupakan tintan sang pelahap.
Poseidon tertawa terbahak – bahak saat ia mengingat betapa berharga juga mengerikannya hari – hari itu pada saat yang bersamaan dalam hidupnya, ia berkata bahwa ia ingat betapa beruntungnya dia ketika dapat menghalau serangan Kronos dengan trisulanya, senjata yang sekarang selalu menjadi kebanggaannya. Di sisi lain, Hades berkata bahwa hal itu tidaklah lucu sama sekali, apalagi menyenangkan untuk dikenang, hari – hari penuh dengan kematian dan kenestapaan itu bahkan lebih buruk dari tempat tinggalnya sekarang, Neraka. Di Neraka ia masih dapat tertawa karena sesungguhnya nyawa yang ada di sana masih dapat terselamatkan, tetapi tidak apabila ia tertelan oleh Kronos. Ia ingat betapa takutnya ia ketika Kronos berhasil menangkapnya dan hampir melahapnya bulat – bulat, karena Zeus secara sembarangan melemparkan petirnya ke segala arah, dan tanpa sadar mengenai tempat dimana tepat dimana ia berdiri.
Sebagai kakak tertua dan penyebab segala ketakutan Hades, Zeus mengerti apa yang dirasakan oleh adik kecilnya, tapi ia juga tidak dapat menyangkal bahwa mengenang kembali kisah penumpasan Kronos bisa menjadi sangat menyenangkan seperti yang dikatakan Poseidon. Ia juga kembali meminta maaf kepada Hades karena tindakan semberononya telah menciptakan trauma berkepanjangan terhadap adik kecilnya tersebut, juga kepada Poseidon dan memintanya untuk tidak meledek adik kecil mereka lagi.
Setelah beberapa menit waktu berlalu tanpa ada percakapan, tiba – tiba Hades membuka obrolan dengan melontarkan pertayaan kepada Zeus. Setelah peristiwa besar itu, dan ketika dunia ini kosong tanpa adanya kepemimpin, kenapa ia ditempatkan di Neraka, tempat terburuk yang mungkin orang – orang bisa bayangkan, oleh Zeus. Pertanyaannya ini adalah pertanyaan yang selalu ia tanyakan tiap kali ketiga bersaudara ini berkumpul sekedar untuk berbincang dan mengenang masa lalu, bukan untuk menjaga kesimbangan dunia dan keselarasan alam.
Sebagaimana pertanyaan itu selalu ditanyakan, Zeus juga selalu menjawab dengan jawaban yang sama, para dewata menolak untuk hidup di tempat dimana Hades berkeliaran dengan bebas, jawabannya mudah, karena ia selalu usil dan menginginkan semua mahluk merasakan apa yang ia rasakan, ketakutan. Pada dasarnya tidak sedikit dewa yang bersimpati kepadanya, apalagi para dewi yang memang diketahui lebih lembut juga lebih tinggi rasa simpatinya, tapi di sisi lain mereka juga sadar bahwa simpati, dan rasa kasihan bukanlah hal dapat diterima Hades dan dengan begitu saja dapat menghilangkan trauma atas ketakutan masa lalunya, karena semua permintaan maaf dari kedua saudara besarnya saja sering ia abaikan. Seperti biasa pula Hades hanya duduk terdiam sambil cemberut dan terus menyemburkan api dari mulut seperti asap yang keluar dari mulut seorang perokok saat Zeus memberikan jawaban. Tidak pernah mendengarkan dan belajar, dasar anak manja, selalu seperti itu, pikir Poseidon yang sedari tadi hanya memperhatikan. Sudahlah orang yang suka memberi ketakutan dan usil sepertimu memang cocok berusuran dengan mereka yang suka membuat masalah selama hidupnya di dalam Neraka, kau memang pantas tinggal bersama para pendosa di Neraka, Poseidon, meledek adik kecilnya. Dasar mulut ikan, Hades, kesal.
Setelah memberikan jawaban panjang lebar kepada Hades, ia tahu ia harus mempersiapakan jawaban lainnya yang juga tidak jauh berbebeda, terhadap pertanyaan yang akan sebentar lagi di lontarkan oleh Poseidon dan penempatannya di Samudra. Benar saja, sejurus kemudian Poseidon yang angkat bicara ia berkata bahwa ia tidaklah seperti adik kecil mereka Hades, si usil yang pemurung, ia adalah pribadi yang periang dan penuh dengan canda dan tawa, tapi ada sebuah hal yang selalu membuat ia bertanya – tanya, kepada Zeus malah menempatkannya di Samudra dan bukan di Olimpus bersama dengannya dan para dewa dewi.
Zeus juga selalu memberikan penjelasan dan jawaban yang sama terhadap adiknya Poseidon sebagai mana yang ia lakukan terhadap pertanyaan Hades. Zeus berkata bahwa justru karena canda dan tawanyalah Poseidon ditempatkan di Samudra bersama semua mahluk laut, ia juga berkata tidak ada di antara para dewa ataupun dewi yang tidak dapat terhibur dan tertawa atas lelucon yang selalu dilontarkan Poseidon ketika ia bertemu dengan mereka. Ia selalu sanggup membuat suasana di udara terasa lebih ringan dan santai. Namun, hal itu pula yang membuat para dewata kesal terhadapnya, karena ia selalu saja melontarkan lelucon dan tertawa terhadap apapun keadaan dan kondisi yang terjadi di sekelilingnya.
Pernah suatu ketika Zeus memanggil semua dewata di Olimpus untuk membicarakan kelangsungan dunia setelah mereka berhasil mengalahkan Kronos, di sana juga hadir Poseidon dan Hades yang belum ditempatkan di tempat kekuasaan mereka masing – masing. Saat Zeus sedang memimpin rapat dengan hikmat, Poseidon berbisik ke beberapa dewa di sebelahnya dan melontarkan lelucon, lalu ia tertawa terbahak – bahak akibat lawakannya sendiri, sontak Zeus yang sedang memimpin rapat kesal, dan saat itu juga ia memutuskan bahwa Poseidon tidak dapat hidup diantara para dewata di Olimpus.
Melawaklah kau disana dengan ikan – ikan dan krustasea yang ada di Samudra, Hades, tiba – tiba saja meledek Poseidon dengan wajah konyol. Dasar bodoh, kau tidak tahu bahwa tidak ada mahluk apapun yang bisa mendengar ucapanku di dalam Samudra, Poseidon, membalas perkataan Hades dengan kesal. Justru karena itulah aku menempatkanmu di dalam Samudra, agar tidak ada mahluk yang mampu mendengar lawakanmu lagi, Zeus, masuk kembali ke dalam percakapan. Begitulah akhir ceritanya.
-
Disana aku duduk terbangun dari banyanganku saat suara dentuman bel berbunyi, itu menandakan waktu istirahat makan siang telah usai. Disana aku masih terduduk di atas kursi kayu memegangi buku mitologi Yunani kuno milik perpustakaan sekolah, sambil memandangi tiga orang lain yang ada di sisi lain meja panjang tempatku duduk, saling bercengkrama. Di sinilah aku selalu membayangkan diri ku sebagai Zeus, si mahadewa, tapi nyatanya aku hanyalah si kecil Hades yang pemurung, yang bahkan tidak ternah tertawa oleh lawakan dan lelucon Poseidon. Aku terdiam dan air mata mulai menetes, tapi aku sadar aku harus kembali ke kelas. Ternyata aku hanya merindukan kedua saudaraku.
Komentar
Posting Komentar