sumber : https://backpackerjakarta.com/liburan-tiap-bulan-uangnya-solusi-menabung-biar-bisa-ngabur/ |
"Libur telah tiba, libur telah tiba, hore-hore-hore!" Sepenggal sajak lagu anak-anak yang harusnya terdengar ceria dan menghibur, namun bisa menjadi sebuah seruan atau apa pun itu tergantung siapa yang mendengarkannya.
Liburan rupanya sudah, selalu dan akan menjadi primadona yang senantiasa hadir dalam kehidupan manusia. Liburan tak pernah memandang golongan, ras, kelas dan agama karena libur selalu dimiliki oleh semua golongan.
Akhir-akhir ini saya memikirkan atau terpikir tentang liburan. Lalu saya melakukan riset asal-asalan dan berpikir sekenanya.
Dari kedua hal itu saya mendapat hasil kalau merujuk pada KBBI, liburan diartikan sebagai masa libur dan libur itu sendiri memiliki makna bebas dari pekerjaan atau bebas dari sekolah. Secara garis besar pemaknaan yang ada di KBBI ini tidaklah salah, namun menurut saya pemaknaan ini bersalah. Kenapa begitu? Karena penggunaan kata bebas pada makan libur itu sendiri, masih menurut sumber yang sama, berarti lepas sama sekali, lepas dari, tidak dikenakan, tidak terikat atau pun merdeka. Karena itu saya beranggapan bahwa hal ini dapat membuat orang beranggapan bahwa ada sebuah tali tak terlihat, ada keterikatan, belenggu atau rantai yang mengikat seorang dengan pekerjaan atau pun sekolah. Dan di tengah keterikatan tersebut libur datang sebagai juru selamat yang mampu membuat seorang bebas dari pekerjaan atau pun bebas dari sekolah.
Lalu apakah ini sebuah jawaban? Tapi jawaban dari apa?
Kemudian saya berpikir, kalau saya mengaitkannya dengan cara berpikir orang Indonesia secara umum hal ini menjadi selaras. Karena argumen di atas rupanya bisa menjadi pewajaran akan sikap orang Indonesia yang menyambut libur dengan suka cita dan pola pikir orang Indonesia yang menganggap bahwa pekerjaan adalah tuntutan hidup dan bukanlah bagian dari hidup. Bekerja berarti mengikat diri bukannya menantang diri untuk naik ke tingkat selanjutnya. Namun argumentasi ini pun masih bisa disanggah dengan argumen bahwa pemaknaan sebuah kata pada satu bahasa bergantung pada pola pikir pengguna bahasa tersebut. Pada akhirnya manakah yang benar? Entah.
Tulisan ini tidaklah mengartikan bahwa apa yang saya tuliskan di atas dapat dibenarkan atau diamini karena sifatnya yang sangat subjektif dan hanya digambarkan dari satu sudut pandang saja, tetapi sebagaimana opini pada umumnya tulisan saya layak dibaca dan dipikirkan guna memperkaya sudut pandang sang pembaca. Selaras dengan hakikat tulisan yang saya imani bahwa tulisan adalah sebuah gambaran nyata akan pola pikir seseorang yang mampu dan memang bertujuan untuk dilihat oleh orang lain supaya orang lebih kaya akan sudut pandang. Selain itu saya juga percaya bahwa bagaimana orang itu menulis menggambarkan bagaimana orang itu berpikir.
Komentar
Posting Komentar